Kalau dengar kata Pantai Sigandu, pasti yang terbesit dipikiran kita hamparan pasir yang luas, dan desiran ombak laut yang damai. Eittss tapi itu dulu, image Pantai Sigandu sebagai wisata murah meriah, dan merakyat nyatanya kini berubah menjadi ‘wisata kekinian’ yang sangat menjamur.
Sepanjang Jalan penghubung sigandu dan PLTU Batang,jajaran kafe, coffe shop, hingga warung sederhana-pun ada sepanjang mata memandang. Orang yang dulu ke pantai dengan sikecil yang asik main pasir,kini seolah berubah tujuan piknik, menikmati secangkir kopi, dengan pisang coklat, tak lupa ambil gambar untuk media sosial.
Memang tak salah, kemajuan dalam pembinaan serta per-geliatan ekonomi disuatu daerah memang sangat baik, kemajuan tingkat daya beli masyarakat juga bisa dilihat, disini. Muda-mudi,emak-emak, bapak-bapak, semua berperan dalam perputaran uang, serta ‘pemberdayaan UMKM.
Tapi tulisan ini bukan membahas ‘dampak ekonomi’ nya, saya rasa masih belum jauh pengetahuan saya.
Kembali, masih ingat sekitar tahun 2015? Jalan sepanjang Sigandu masih dengan hamparan pantai yang luas dan panjang. Bebas ke pantai, sekedar menikmati sepoi angin, memang ada warung kecil, tapi ya itu masih bisa dihitung jari.
Coba lihat Sekarang, puluhan kafe dan warung ‘kekinian’ dengan iringan musik akustiknya begitu menjamur dan terus bermunculan di sepanjang jalan, esensi ke pantai yang jadi pelarian kala keuangan sedang tipis-tipisnya, kini seolah menjadi ladang untuk ‘buang’ isi dompet.
Bersama teman ke pantai bukan sekedar berpakain bblong, dan celana boxer pendek, sebaliknya, tampilan modis, kaos brand ternama, dan penampilan mempesona menjadi ‘syarat’ yang saya rasa ‘relate’ dengan suasana yang ada.
Esensi pantai yang damai, sejuk,nan sepoi, terasing dengan geliat perekonomian yang masif tanpa pandang keseimbangan Alam. (.*.)
Ditulis oleh :Ahmad Ardy Anggota PWB
Note : Tulisan tidak bermaksud untuk Menyinggung,menyudutkan,menjatuhkan pihak manapun,tulisan ini murni opini penulis.