close
Lingkungan

Hutan Lindung Kab. Banyumas kok jadi Ladang Sayur?

FB_IMG_1709417089829

WARTA DESA, BANYUMAS. – Ketika hujan turun di Gunung Slamet di bagian barat, maka air hujan yang tidak terserap oleh tanah akan melimpas mengikuti bentuk muka bumi yang ada sesuai hukum gravitasi.

Semua air yang melimpas ke arah utara akan menuju Kab. Brebes, sedangkan yang melimpas ke arah selatan akan menuju Kab. Banyumas. Ya, begitulah cara pemerintah kolonial membuat garis bagi wilayah yaitu dengan garis bagi air baik berupa daerah tangkapan hujan maupun sungai.

Hal ini tak hanya berlaku di Brebes dan Banyumas tapi hampir berbagai perbatasan daerah di Indonesia baik Provinsi, Kabupaten, Kecamatan bahkan Desa didasarkan pada garis bagi air.

Mengapa garis bagi air? Karena Belanda sadar betul bahwa air adalah biang keladi banyak konflik antar masyarakat. Secara filosofi seperti itu.
Tak hanya pembagian secara administratif wilayah saja, garis bagi air ini juga membagi wilayah pangkuan hutan, misal KPH di Gunung Slamet terdiri dari KPH Banyumas Timur, KPH Pekalongan Barat dan KPH Pekalongan Timur.

Begitu juga pangkuan wilayah sungai, garis bagi air membagi gunung Slamet dalam 2 area kerja BBWS; pada bagian selatan merupakan area kerja BBWS Serayu Opak, sementara bagian utara masuk area kerja BBWS Pemali Juana.

Ada hal yang memprihatinkan di Kab. Banyumas. Jika kita mencermati Peta Wilayah Kehutanan KLHK ternyata tak sepenuhnya hutan lindung di Kab. Banyumas terlindungi.

Pada beberapa spot tertentu dekat perbatasan Brebes dan Banyumas tepatnya dekat perbatasan Kec. Paguyangan, Brebes dan Kec. Pekuncen serta Kec. Cilongok, Banyumas terjadi konversi hutan lindung menjadi ladang sayur, entah dimulainya sejak kapan tetapi hal ini masih berlangsung hingga sekarang.

Jika mencermati peta yang ada, ekspansi ladang sayur tersebut hanya memungkinkan jika dilakukan melalui Desa Pandansari, kec. Paguyangan, Brebes. Hal ini sangat merugikan bagi masyarakat Banyumas yang berada di area hilir karena dampak dari konversi hutan lindung di area terjal tersebut berpotensi jadi bom waktu.

Hal ini tentu tak bisa dibiarkan. KPH Banyumas Timur harus bisa memberi klarifikasi karena ini dalam wilayah pangkuannya. Pemkab Banyumas harus menyatakan protes keras kepada Pemkab Brebes mengingat potensi dampak yang ada mengancam rakyat Banyumas yang berada di bawah lereng.

Kemakmuran di suatu wilayah tetapi merugikan wilayah lain tentunya bukanlah sesuatu yang arif dan bijak. Kalau dampak limpasan air tak melimpas ke Banyumas ya monggo saja.

Kita tunggu apakah pihak2 terkait tergerak untuk mencari solusi atas permasalahan ini atau melakukan pembiaran.

KPH Banyumas Timur, Pemkab Banyumas, Pemkab Brebes, beserta instansi terkait harap segera sikapi. Deadline kami sampai lebaran tahun ini. Dan kami siap bras-bres! (Budi Ari Tartanto/Save Gunung Slamet)

Terkait
Pendaki asal Lebaksiu Tegal tersambar petir di Gunung Slamet

Purbalingga, Wartadesa. - Dua pendaki Gunung Slamet dilaporkan tersambar petir. Demikian disampaikan Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Purbalingga, Read more

Kabupaten Pekalongan raih Adipura, setelah penantian panjang

Jakarta, Wartadesa. - Kabupaten Pekalongan dinobatkan sebagai penerima penghargaan Adipura Tahun 2017. Penghargaan tersebut diberikan kepada daerah paling bersih tingkat Read more

Ribuan warga Pekalongan tumpah ruah, meriahkan pawai Adipura

Kajen, Wartadesa. - Ribuan warga Kota Santri tumpah ruah memenuhi sepanjang jalan sekitar Kajen. Mereka tampak antusias melihat arak-arakan (pawai) Read more

Dua Kelurahan kekeringan, Kota Pekalongan darurat bencana kekeringan

Pekalongan Kota, Wartadesa. - Pemerintah Kota Pekalongan menetapkan darurat bencana kekeringan mulai 1 Juli hingga 31 Oktober 2017. Penetapan tersebut Read more

Tags : banyumasGunung Slamet