Kajen, Wartadesa. – Korban pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru ngaji berinisial S di Dukuh Kedungbunder, Desa Sambiroto, Kecamatan Kajen, Pekalongan mengaku mengalami trauma dan ketakutan jika melihat pelaku. Demikian disampaikan Bunga (16) bukan nama sebenarnya, yang kami temui di rumahnya, Ahad (21/05/2023).
Ia menceritakan kronologi kejadian yang dialaminya lima tahun sebelumnya, saat menjadi santri ngaji.
Pada tahun 2016 saat itu Bunga masih duduk di bangku sekolah dasar. Ia diminta praktik wudhu. “Saya dijawil, dan diminta untuk praktik wudhu. Saya pun pergi ke tempat wudhu. Namun tidak ada praktik wudhu disana,” tutur Bunga.
“Kerudung saya diminta dilepas, kemudian saya diminta menghadap kesana (sambil menunjuk arah) kemudian kepala saya dipegang, dicium pipi kanan, pipi kiri, dan kening, kemudian bibirnya dipegang. Sudah seperti itu.” Jelas Bunga.
Korban mengaku mengalami trauma. Ia merasa takut. “Saat itu takut, makanya tidak berani bilang kesiapa-siapa, karena takut.” Tutur Bunga.
Baca: Korban Pencabulan di Kajen, Diminta Bikin Pernyataan Tidak Menuntut
Pelecehan yang dilakukan oleh S (52) tidak berhenti disitu saja. Bunga menceritakan bahwa pada pada lebaran sebelum musim Korona, ia mendapatkan pelecehan verbal.
“Terus pada hari Idulfitri sebelum korona, saya ditelpon oleh pelaku dengan disapa sayang. Halo sayang, gitu, tak bilangin ini siapa, terus ia bilang lagi pak ustad sayang, terus tak matiin. Saya kira sampai disitu saja, karena saat itu saya sudah tidak mengaji lagi.” Tutur Bunga.
Tidak berhenti disitu saja, S seperti melakukan teror dengan berulangkali menelepon Bunga. Namun diabaikan. “Terus ditelepon lagi sebanyak tiga kali pada 2022, bulan Oktober, Desember sama terakhir ini April 2023. Tidak saya angkat, tapi nelpon terus.” Lanjut Bunga.
Trauma yang dialami oleh Bunga, dibenarkan oleh C, Ibu korban lainnya, yang pada Ahad (14/05/2023), dimintai keterangan di Mapolres Pekalongan, bersama Bunga dan Mawar (bukan nama sebenarnya).
“Malam Senin saya dibawa ke Polres bersama S, saya diminta keterangan, jadi saya sebagai pemberi keterangan, namun saya diisukan sebagai pelapor. Padahal diminta sebagai pemberi keterangan,” ujar C.
“Waktu di Polres, anak ini (Bunga–red) saat melihat pelaku ketakutan. Jadi reaksi si anak saat melihat pak S, ketakutan,” lanjut C.
Cerita Si Cempaka
Korban lainnya adalah Cempaka (bukan nama sebenarnya), saat ini duduk di kelas enam sekolah dasar. Kejadiannya pada saat ia kelas lima SD. Menurut penuturan C, ibu korban. Pada tahun 2022 saat Cempaka sedang mengaji, ia diminta untu wudhu.
“Cempaka, wudhu. Iapun mengikuti perintah gurunya, S ke tempat wudhu. Nah S mengikuti anak saya ke tempat wudhu. Kemudian olen S diminta ke saming tempat wudhu, kamar mandi lah. Di kamar mandi, kerudung Cempaka dilepas, kemudian dipegang pundaknya oleh S dan dicium pipi kanan dan kiri.” Ujar C.
Pelaku kemudian mengancam korban untuk tidak melaporkan kejadian itu ke ibunya. “Awas ya … jangan bilang ke mamahe, gitu,” lanjut C.
Masih menurut C, ulah S diketahuinya saat ia bersama putrinya ke rumah simbahnya yang tetangga RT. Saat di rumah simbahnya, C sedang ngobrol dengan ibunya. Kemudian Cempaka cerita kalau ia pernah digituin.
“Aku kan lagi ngobrol sama simbanya tentang S. nah anak itu bilang …. mah nah adek pernah, nah penah apa dik (ditanya oleh ibunya), (dijawab) penah dicium sama S,” lanjut C.
Kemudian C menceritakan hal yang dialaminya kepada ibunya. (Buono)