Kajen, Wartadesa. – Korban kasus pencabulan anak dibawah umur yang dilakukan oleh oknum guru ngaji berinisial S (52) di Dukuh Kedungbunder, Desa Sambiroto, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan merasa terintimidasi oleh salah seorang perangkat desa berinisial W (50). Pasalnya W mendatangi nenek korban Bunga (bukan nama sebenarnya) untuk tidak melanjutkan kasus tersebut dan mendatangi keluarga pelaku untuk meminta maaf.
Disampaikan oleh Bunga (16), bukan nama sebenarnya. W mendatangi rumahnya dan bertemu dengan neneknya. W mengatakan bahwa jika Bunga tidak mundur (menandatangani pernyataan tidak menuntut–red.) akan bahaya.
“Kalau nggak mundur akan bahaya, soalnya saudara-saudara mereka itu kaya,” tutur Bunga, Ahad (21/05/2023) menirukan ucapan W kepada neneknya.
Bunga menambahkan, W meminta agar sang nenek mengajak Bunga ke rumah pelaku untuk meminta maaf.
Namun, permintaan W ditolak oleh Bunga. “Kamis kemarin (18/05/2023) Pak W datang sendiri, sebelumnya beberapa kali datang kerumah. Intinya agar saya mundur dan meminta maaf kepada pelaku,” terang Bunga.
Baca: Korban Oknum Guru Ngaji Alami Trauma
Korban Pencabulan di Kajen Diminta Bikin Surat Pernyataan
Seperti ditulis sebelumnya, istri dan anak pelaku mendatangi Bunga untuk minta maaf dan meminta Bunga menandatangani pernyataan tidak melanjutkan kasus ke pihak kepolisian.
“Hari senin setelah kejadian, keluarga pelaku, istri dan anak mendatangi para pelaku, meminta maaf dengan membawa kertas dan meminta korban membuat surat pernyataan bahwa tidak akan menuntut pelaku.” Ujar Bunga.
Bunga memaafkan pelaku, namun ia menolak menulis surat pernyataan yang diminta oleh keluarga pelaku.
Konfirmasi
Kami kemudian mengkonfirmasi W, terkait intimidasi yang dilakukannya. Di kediamannya W, Kadus Dukuh Kedungbunder, Desa Sambiroto, mengaku hanya mengingatkan nenek korban, agar tidak ikut cawe-cawe.
“Bukan saya mengintimidasi. Bukan saya menyuruh mencabut kasusnya. Saya hanya ngomong sampean ki wis tuwo, ojo melu-melu koyo liyane,” Ujar W, Ahad (21/05/2023).
“Saya hanya bilang ke nenek korban. Nek menurut aku, kui kan barang durung genah (pencabulan–red.) Ojo dilanjut. Saya hanya mengingatkan ojo dilanjut, dan itu saya bilang ke simbahnya, bukan korban,” lanjut W.
Menurut W tidak ada yang mengintimidasi para korban.
W berkeberatan dengan kata-kata kasus pencabulan. Menurut W hanya dicium bukan termasuk pencabulan.
“Saya sendiri tidak rela kalau ada kata-kata pencabulan. Pencabulan itu terlalu dalam … kata-kata itu ya Allah … ” lanjut W.
Sang Kadus menyebut bahwa sebelum S dibawa ke balaidesa, dirinya sudah mendamaikan antara pelaku dengan para korban. “Sebelum kejadian, sebenarnya sudah kami damaikan, itu kan kasusnya hanya mencium sebagai tanda sayang.
Sementara itu, C orang tua dari korban lainnya, Cempaka (bukan nama sebenarnya), mengungkapkan bahwa saat keluarga pelaku mendatangi para korban, dengan sedikit memaksa untuk menandatangani surat pernyataan tidak akan melanjutkan kasus terseb ut.
“Didatengi, tapi kayak dipaksa, kaitannya … kata yang sudah memberi tanda tangan, minta tetapi seperti dipaksa, untuk mencabut laporan,” ujar C.
C menyebut, tidak ada satupun keluarga pelaku yang mendatanginya untuk meminta maaf. “Cuma saya yang tidak didatangi,” tuturnya.
“Saya hanya minta klarifikasi dari pak S, kog bisa melakukan itu, kan saya butuh jawaban,” ujar C. (Buono)