close
Lingkungan

Pemkab Pemalang akan ubah sampah jadi listrik

sampah jadi listrik
ilustrasi. Foto: kanal Aceh

Pemalang, Wartadesa. – Sampah memang menjadi masalah bagi sebagian orang. Namun, bagi sebagian lainnya, sampah diolah menjadi beragam manfaat. Seperti untuk barang kerajinan, pupuk cair dan kompos, pakan ternak, bahkan listrik.

Mengolah sampah menjadi barang berharga, sebelumnya pernah disosialisasikan oleh Imam Nurhuda, penggiat lingkungan asal Pekalongan, di beberapa desa di Kota Iklhas.

Embrio, mengurai masalah sampah jadi solusi kemandirian pangan dan energi

Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pemalang, sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) Pegongsoran yang menampung seluruh produksi sampah dari berbagai wilayah di Pemalang. Jumlah produksinya   jika dihitung rata-rata mencapai 200 ton perhari.

Hal tersebut membuat Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo melirik potensi sampah yang dibawa ke TPA tersebut menjadi energi listrik. “Artinya olahan, nanti diolah untuk kompos. Nanti juga yang an-organik Kita bisa jadikan bahan recycle, bahkan sampah-sampah itu nantinya bisa menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS).” Ujar Agung saat meninjau TPA Pegongsoran, Sabtu (06/03).

Metode Pengolahan Sampah jadi Listrik

Metode yang saat ini dipakai di beberapa tempat untuk mengolah sampah menjadi listrik terbarukan adalah dengan Incinerator atau pembakaran. Metode ini hanya menyisakan 10% dari sampah yang dibakar. Panas yang dihasilkan dari pembakaran dialirkan untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap. Uap tersebut digunakan untuk menggerakkan turbin yang akan menghasilkan listrik. Listrik inilah yang nanti akan didistribusikan atau dijual ke PLN.

Hambatan penggunaan teknologi ini adalah jenis sampah  sampah rumah tangga Indonesia yang cenderung basah sehingga nilai kalorinya rendah dan membutuhkan lebih banyak tambahan batubara untuk membakar sampah.

Jika kadar airnya tinggi, saat dimasukkan ke ruang bakar, suhunya akan turun, sehingga dibutuhkan pengeringan untuk menurunkan kadar air sampah tersebut. Implikasinya, pemerintah harus mulai memikirkan penggunaan truk-truk sampah yang bisa melakukan pemampatan sampah dan mengurangi kadar air sebelum sampai ke tempat pembuangan sampah akhir.

Solusi lain, jika tidak dikeringkan, maka untuk tetap menjaga suhu ruang bakar tetap tinggi, harus dilakukan penambahan bahan bakar. Langkah ini bukannya menjadi solusi, malah justru menambah masalah, terutama soal biaya.

Metode kedua adalah menggunakan penangkapan gas metan. Namun  energi yang dihasilkan dari sampah lewat penangkapan gas metan akan lebih sedikit dibandingkan lewat sistem thermal atau pembakaran.

Dengan metode penangkapan metan, dari 1000 ton sampah hanya bisa menjadi 0,5-1 megawatt listrik, sedangkan lewat incinerator, 1000 ton sampah bisa menghasilkan sampai 12 megawatt.

Jika metode ini diambil, maka harus diasumsikan bahwa pengolahan sampah menjadi energi listrik merupakan bonus tambahan, setelah pengolahan menjadi barang berharga lain, seperti kerajinan, pupuk dan pakan ternak.

Metode lainnya adalah dengan metode teknik peyeumisasi. Suatu cara yang sederhana untuk mempercepat pembusukan alias melakukan fermentasi sampah dengan menggunakan bio aktivator.

Konsep peyeumisasi telah diujicoba oleh dua peneliti Sekolah Tinggi Teknologi (STT) PLN, Supriadi Legino, dan Sony Jatmika Sunda Jaya. Keduanya sudah membuat konsep pada 2002 kemudian dilakukan berbagai uji coba. Sampai pada 2015, ketika STT PLN ingin menciptakan temuan listrik kerakyatan dengan membuat pembangkit listrik skala kecil untuk membantu target pemeritah menyediakan listrik 35.000 MW.

Proses peyeumisasi dilakukan dengan  menempatkan sampah pada boks berukuran 1x1x2. Kemudian, dilakukan penaburan bio aktivator yang disebut A-TOSS. Komposisisnya untuk 1 ton sampah cukup 1 liter A-TOSS yang dicampur dengan 40 liter air. Campuran ini disiramkan ke masing-masing kotak.

Secara konseptual dibutuhkan 10 hari untuk bisa mengolah sampah lebih lanjut. Namun jika kebanyakan sampah yang ditampung merupakan sampah organik, waktu yang diperlukan hanya tiga hari.

Pada proses itu, terjadi pengumpulan energi dari gas-gas seperti metana dan penurunan kadar air 30-50 persen. Warna sampah pun menghitam dan bau busuk menghilang. Sampah  siap dipanen, kemudian dicacah dah diubah menjadi pelet.  Pelet yang berupa bulatan-bulatan kecil mengandung kalori 3400 kcal/kg yang kemudian bisa dimanfaatkan dengan tiga cara.

Pertama, langsung dimanfaatkan sebagai bahan pembakaran layaknya arang. Kedua, untuk diubah menjadi gas (gasifier-red) dan kemudian digunakan untuk pembangkit listrik skala kecil. Ketiga, untuk pembangkitan listrik skala besar yang dicampur dengan batubara.

Metode peyeumisasi ini telah diterapkan di Kabupaten Klungkung, Bali. Dengan  50 kg pelet bisa digunakan untuk menghidupkan listrik selama 1 jam dengan kekuatan 50 Kw. Instalasi pengolahan sampah terpadu membutuhkan biaya Rp 100 juta, yakni untuk keperluan pembuatan boks sampah, mesin pencacah serta bio- aktivatornya. Adapun untuk operasional harian sektar Rp 100 ribu dengan melibatkan 10 orang pekerja. (Bono, dengan sumber tambahan kanalbali/RFH)

Terkait
Bocah Karateka Asal Pekalongan, Sumbang Medali Untuk Pemalang

Unggul Seno menerima pengalungan medali perak dalam lomba Karate Open Jateng & DIY FORKI, (22/10) di Read more

Warga Pemalang jadi korban pembunuhan sadis di Pulomas

Bantarbolang, Wartadesa. - Sugianto (48), warga Desa Pegiringan Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang turut menjadi korban pembunuhan sadis di Jl Pulomas Utara Read more

Warga buka segel kantor Desa Ampelgading

Dampak warga tuntut dua oknum perangkat desa dipecat Pemalang, Wartadesa. - Kapolsek Ampelgading, AKP Heriyadi Noor bersama Camat, Kepala Desa dan Read more

Warga temukan mayat tak dikenal di Kedungbanjar Pemalang, Andakah keluarganya?

Pemalang, Wartadesa. - Polsek Taman Kabupaten Pemalang menunggu 1 x 24 jam, jika tidak ada keluarga yang mengakui korban maka Read more

Tags : pemalangsampah jadi listrik