PEKALONGAN, WARTA DESA – Isu serius menerpa sektor perbankan daerah menyusul munculnya sorotan tajam terkait kredit macet yang melibatkan PT BPR BKK Kabupaten Pekalongan. Entitas perbankan ini, yang melayani masyarakat layaknya bank umum, diketahui memiliki sejumlah utang yang berasal langsung dari para kliennya.
Pihak berwenang setempat menegaskan ketidak-terlibatannya secara langsung dalam proses utang-piutang antara BKK dan nasabahnya. Namun, penekanan keras diberikan agar PT BPR BKK Kabupaten Pekalongan memastikan setiap pinjaman yang disalurkan harus mematuhi aturan baku.
“Setiap pinjaman harus mengikuti aturan yang berlaku, termasuk ketentuan mengenai jaminan dan kelayakan peminjam,” ujar Fadia, Bupati Pekalongan, menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian perbankan.
Terkait adanya potensi penyimpangan atau pelanggaran aturan dalam kasus kredit macet ini,Bupati Pekalongan menyatakan kemarahan besar. Sikap tegas ini merupakan respons terhadap setiap tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Penegasan eksplisit disampaikan bahwa: “Semua aktivitas harus dilaksanakan berdasarkan aturan yang ada,” mengindikasikan tidak akan ada toleransi terhadap praktik yang menyimpang atau melanggar hukum.
Sebagai langkah konkret untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi publik, pemerintah daerah berkomitmen untuk membuka data pelanggaran secara penuh.
Data ini rencananya akan dipublikasikan melalui situs web resmi atau IDP (Informasi Data Publik). Komitmen ini bertujuan agar data pelanggaran dapat diakses secara mudah oleh masyarakat luas untuk tujuan pemantauan dan pengawasan.
Sebelumnya, Wakil Bupati Pekalongan, Sukirman, memastikan bahwa penyelamatan aset menjadi langkah pertama yang diutamakan. Pemkab saat ini sedang berproses melakukan audit ulang terhadap seluruh aset yang dimiliki oleh BPR BKK.
Wabup Sukirman: “Satu, adalah penyelamatan aset dulu, aset dari BPR BKK itu sendiri harus kita audit ulang. Lalu, terhadap kredit macet, tetap harus kita lakukan upaya-upaya penagihan sampai pada proses hukum jika diperlukan.”
Menyadari bahwa BPR BKK merupakan entitas dengan penyertaan modal bersama antara Pemkab dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pekalongan, M. Yulian Akbar, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam.
Pemkab terus berkoordinasi dengan: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tegal, dan Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Kejaksaan Negeri, untuk mencari solusi terbaik.
OJK Tegal sendiri telah menyoroti perlunya langkah cepat dan terukur untuk menekan tingkat Non-Performing Loan (NPL) di BPR BKK yang dikategorikan tidak sehat.
Selain kredit macet konvensional, persoalan di BPR BKK semakin kompleks dengan munculnya dugaan kredit fiktif, termasuk yang terkait dengan program budi daya porang.
- Penyelidikan Berjalan: Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pekalongan telah turun tangan dan hingga saat ini, sekitar 40 orang dari unsur nasabah maupun internal BPR BKK telah diperiksa dalam tahap penyelidikan.
- Kasus Porang: Dugaan penyimpangan ini disinyalir terjadi melalui praktik kredit fiktif yang melibatkan nasabah program budi daya porang.
Meskipun diterpa isu kredit macet yang masif, Sekda memastikan simpanan masyarakat tetap aman karena dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Masyarakat diimbau untuk tidak panik dan tidak terburu-buru menarik dana.
Sementara itu, DPRD Kabupaten Pekalongan telah berencana memanggil pihak manajemen BPR BKK untuk meminta klarifikasi, terutama terkait NPL yang mencapai 70% lebih. Ketua DPRD, Abdul Munir, juga secara terpisah menegaskan tidak ada anggota DPRD yang terlibat dalam kredit macet tersebut.
Sejalan dengan pernyataan awal, Pemkab Pekalongan tetap berpegang pada komitmen untuk mempublikasikan data pelanggaran secara penuh melalui situs web resmi atau IDP (Informasi Data Publik) sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. (Agung Dwi Wicaksono)









