Warta Desa, Pekalongan — Alokasi anggaran swakelola dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) Kabupaten Pekalongan Tahun Anggaran 2025 menembus angka Rp 655 miliar. Besarnya porsi anggaran swakelola tersebut menimbulkan sorotan publik karena dinilai tidak efisien dan berpotensi mengurangi transparansi pengelolaan anggaran daerah.
Berdasarkan data RUP, ratusan miliar anggaran dialokasikan melalui mekanisme swakelola untuk berbagai kegiatan mulai dari pembangunan fisik, pengadaan jasa, hingga program pemberdayaan masyarakat. Namun proporsi yang sangat besar tersebut memicu kritik, mengingat swakelola umumnya digunakan untuk program tertentu yang dianggap lebih efektif dikerjakan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat, bukan untuk aktivitas berskala besar.
Sejumlah pengamat kebijakan daerah menilai dominasi skema swakelola dapat mengurangi akuntabilitas publik karena proses pengadaan tidak melalui mekanisme lelang terbuka.
“Swakelola bukan berarti bebas dari evaluasi. Semakin besar jumlahnya, semakin tinggi risiko ketidakefisienan, potensi markup, dan lemahnya kontrol publik,” ujar seorang pengamat anggaran yang enggan disebutkan namanya.
Di sisi lain, kalangan legislatif mulai mempertanyakan dasar Pemkab Pekalongan menetapkan angka sebesar itu. DPRD setempat menilai anggaran sebesar Rp 655 miliar perlu dikaji ulang, termasuk mekanisme pelaksanaannya serta kesiapan aparatur dalam memastikan standar proyek terpenuhi.
“Jangan sampai swakelola dijadikan ruang abu-abu anggaran yang hasilnya tidak maksimal. Kami akan minta penjelasan lengkap dan melakukan pengawasan lebih ketat,” tegas salah satu anggota DPRD.
Warga juga berharap pemerintah daerah tidak hanya fokus pada besaran anggaran, tetapi memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat. “Kalau swakelola terlalu besar, khawatir pelaksanaannya tidak optimal dan hasilnya tidak maksimal,” ujar salah satu tokoh masyarakat.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemerintah Kabupaten Pekalongan belum memberikan keterangan resmi terkait alasan penetapan alokasi swakelola senilai Rp 655 miliar tersebut.
Publik kini menunggu langkah konkret pemerintah untuk memastikan belanja daerah tetap efisien, transparan, dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat. (Agung Dwi Wicaksono)










