Warta Deaa, PEKALONGAN – Kasus hilangnya 50 ekor kambing yang merupakan aset program ketahanan pangan desa di Wonokerto Wetan, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, memicu polemik serius terkait dugaan operasional Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang ilegal. Camat Wonokerto, Qoyum, mengambil sikap tegas dengan menyatakan siap melaporkan Kepala Desa ke Inspektorat Kabupaten Pekalongan untuk diaudit menyeluruh.
Hilangnya Kambing Cerminan Rapuhnya Tata Kelola
Kasus ini dinilai lebih dari sekadar kehilangan ternak. Menurut Camat Qoyum, persoalan ini mencerminkan rapuhnya tata kelola penggunaan dana desa serta lemahnya akuntabilitas dalam pengelolaan program strategis nasional, yaitu ketahanan pangan.
BUMDes yang seharusnya menjadi instrumen pendorong ekonomi warga, diduga beroperasi tanpa koridor hukum yang jelas, yang berdampak fatal pada transparansi dan pertanggungjawaban anggaran desa.
”Ini bukan hanya soal kambing yang hilang. Kami akan meminta Inspektorat melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap tata kelola pemerintahan desa, termasuk pengelolaan dana desa dan keberadaan BUMDes,” tegas Camat Qoyum dalam keterangannya.
Camat Qoyum Siap Laporkan Kades, Tuntut Audit Menyeluruh
Camat Qoyum menegaskan bahwa pelaporan ke Inspektorat bukanlah ancaman, melainkan upaya serius untuk menegakkan tata kelola pemerintahan desa yang bersih dan transparan (good governance). Ia menekankan bahwa semua aspek pengelolaan dana desa di Wonokerto Wetan akan menjadi objek audit, tidak terbatas pada program ketahanan pangan.
”Ketahanan pangan adalah program strategis nasional yang tidak boleh dikelola secara serampangan. Jika ditemukan penyimpangan, maka harus ada pihak yang bertanggung jawab sesuai aturan hukum yang berlaku,” tambahnya.
Qoyum menilai, kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pemerintah desa untuk lebih berhati-hati dan terbuka dalam mengelola keuangan negara.
”Dana desa adalah uang negara. Setiap rupiah harus bisa dipertanggungjawabkan secara administrasi dan moral,” ujarnya.
Langkah Camat Wonokerto ini kini menjadi sorotan publik yang menanti tindak lanjut dari Inspektorat Kabupaten Pekalongan untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas raibnya aset desa dan dugaan buruknya tata kelola tersebut. Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai peran pengawasan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pendamping desa setempat. ( Rohadi)








