Kajen, WartaDesa. – Tiga dari tujuh alat deteksi peringatan dini bencana atau Early Warning System (EWS) yang dipasang di wilayah rawan bencana Kabupaten Pekalongan rusak. Pada Januari 2020 lalu, BPBD setempat menyebut satu EWS rusak sebelum dipasang. Padahal biaya pengadaan satu paket alat EWS tanah bergerak/longsor cukup mahal yakni senilai Rp118,35 juta
“Dari tujuh yang terpasang di titik-titik rawan longsor, ada tiga alat EWS rusak. tiga alat tersebut berada di Kecamatan Kandangserang,” kata Kepala BPBD Kabupaten Pekalongan budi Raharjo, Kamis (29/10) dilansir dari Tribun.
Kerusakan EWS menurut Budi disebabkan karena faktor alam. “Semua alat EWS bantuan dari provinsi dan satu buah alat tersebut harganya sangat mahal sekali,” ujarnya.
Diketahui bahwa EWS dipasang di Desa Curugmuncar, Kecamatan Petungkriyono, Desa Kaliombo dan Desa Werdi di Kecamatan Paninggaran, serta Desa Bojongkoneng, Desa Luragung, dan Desa Wangkelang di Kecamatan Kandangserang.
Sebelumnya WartaDesa menulis alat (alarm) peringatan dini bencana (Early Warning System –EWS) yang merupakan alat untuk mendeteksi dini ancaman tanah bergerak di Wangkelang, Kandangserang, Kabupaten Pekalongan rusak. Demikian disampaikan oleh Kepala BPBD Kabupaten Pekalongan Budi Raharjo, Kamis (09/01) kemarin.
Budi Raharjo mengatakan bahwa Kota Santri memiliki enam EWS di beberapa wilayah, namun saat pengecekan didapati satu EWS yang rusak. “Ada enam EWS,yang masing-masing terpasang di Desa Curugmuncar, Kecamatan Petungkriyono, Desa Kaliombo dan Desa Werdi di Kecamatan Paninggaran, serta Desa Bojongkoneng, Desa Luragung, dan Desa Wangkelang di Kecamatan Kandangserang,” ujarnya.
Budi menyebut alat berharga mahal tersebut rusak karena faktor alam. “Enam EWS merupakan bantuan dari provinsi dan satu buah EWS harganya mahal. Jadi, EWS yang rusak masih berada di lokasi. BPBD belum menganggarkan mengenai pengadaan EWS,” ungkapnya.
Dilansir dari Gatra, harga satu unit EWS mencapai ratusan juta rupiah. “Biaya pengadaan satu paket alat EWS tanah bergerak/longsor cukup mahal yakni senilai Rp118,35 juta,” tutur Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Jawa Tengah, Wahjoedi Fajar.
EWS tidaklah selalu mahal
Seorang rugu Fisika SMK Negeri 2 Bawang, Banjarnegara, Wasis Sucipto mengembangkan teknologi alat peringatan dini longsor (EWS) yang canggih dengan biaya murah. Alat buatannya mampu mendeteksi bencana longsor dan mengirimkan sinyal ke sirine. Sinyal dari gelombang FM ini dapat dikirimkan secara massal kepada seluruh penduduk yang berada di wilayah longsor.
Melalui sebuah antena yang terpasang, gelombang tersebut mengirimkan sinyal ke semua lokasi searah daya pancar antena. Sirine pun berbunyi keras sebagai peringatan bahaya longsor. “Dari pemancar FM itu nanti diterima pesawat radio FM,” ucapnya, Kamis, 6 Desember 2018, dikutip dari liputan enam.
Sinyal peringatan dini gerakan tanah ini pun langsung dapat dipantau melalui ponsel atau radio yang memiliki fasilitas FM. Jika terlalu repot harus selalu mengakses radio, warga pun bisa memasang alat peringatan dini longsor yang juga dilengkapi sirine. Perangkat ini bisa dipasang di lokasi strategis agar seluruh warga yang terancam bisa mendengarnya dengan jelas.
Sirine itu akan berbunyi saat terjadi pergerakan tanah yang membuat alat itu otomatis bekerja. Masyarakat yang menangkap sinyal bahaya dari sirine itu dengan demikian bisa cepat untuk menyelamatkan diri.
Wasis mengklaim, perangkat alat peringatan dini longsor ini mudah ditemukan di toko-toko elektronik dengan harga terjangkau. Perawatannya juga mudah. Tak perlu teknisi khusus untuk memperbaiki alat ini jika sewaktu-waktu mengalami kerusakan. Bahkan, tukang servis radio pun pasti bisa memperbaiki alat ini. (Bono, Eva Abdullah, dengan tambahan sumber tercantum)