close
Hukum & KriminalLayanan PublikPemberantasan Korupsi

Polemik Tagihan PGRI Pekalongan: Guru Diwajibkan Bayar Rp 105 Ribu untuk HUT, Ketua PGRI Bantah Isu Pungli

kholid

Warta Desa, Kajen – Menjelang peringatan Hari Guru Nasional (HGN) dan Hari Ulang Tahun (HUT) PGRI pada November 2025, para guru di bawah naungan PGRI Cabang Kabupaten Pekalongan dihadapkan pada tagihan iuran yang mencapai ratusan ribu rupiah. Nominal tagihan yang besar dan bersifat wajib ini memicu isu “pungutan liar” (pungli) di kalangan pendidik.

Data tagihan yang beredar di media sosial, yang dikonfirmasi berasal dari salah satu Unit Kerja PGRI Cabang di Kabupaten Pekalongan, menunjukkan total iuran anggota mencapai Rp 151.500,- hingga Rp 155.750,- per anggota yang ditarik secara kolektif di bulan November.

Baca: Guru di Kabupaten Pekalongan Diminta Iuran untuk Peringatan HGN, Nominal Berbeda Berdasarkan Status Kepegawaian 

Baca Juga: Analisis Kasus Pungutan HGN di Pekalongan: Sebuah Pola Berulang

Komponen Iuran: Rp 105.000 untuk HUT PGRI

Tagihan iuran anggota PGRI yang kami dapatkan dari narasumber yang tidak bersedia disebut identitasnya

Analisis terhadap tabel tagihan menunjukkan bahwa lonjakan dana disebabkan oleh satu komponen besar, yaitu:

Komponen Tagihan Nominal Wajib
Kontribusi HUT PGRI Rp 105.000,-
Iuran Anggota Wajib (Bulanan) Rp 10.500,-
Majalah PGRI Rp 10.000,-
DASPEN, FPKG, dan Dana Lain ± Rp 30.000,-
Total Per Anggota ± Rp 155.000,- (Sekali Bayar)

Besaran Rp 105.000 untuk perayaan HUT ini jauh melebihi iuran wajib bulanan normal dan menjadi sorotan utama, menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan rasionalitas biaya.

Klarifikasi Ketua PGRI: Mengaku Hanya Rp 25.000

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Pekalongan sekaligus Ketua PGRI setempat, Kholid, telah menyampaikan klarifikasi resmi menanggapi isu pungli tersebut.

Dalam keterangannya pada Jumat, 14 November 2025, Kholid menegaskan tidak ada pungli dan menyatakan bahwa mekanisme pendanaan PGRI diatur melalui iuran dan sumbangan anggota sesuai AD/ART.

“Dalam surat edaran PGRI, nominal yang disebutkan hanya Rp 25.000,” ujar Kholid, mengutip laporan dari media mainstream lokal.

Dia menjelaskan bahwa perbedaan biaya yang timbul di lapangan disebabkan oleh antusiasme Cabang PGRI yang menyelenggarakan agenda lokal secara mandiri—seperti lomba senam, gerak jalan, dan penyediaan doorprize—yang pembiayaannya dibebankan kepada anggota cabang tersebut. Kholid juga menjamin acara inovasi utama, yaitu pertunjukan wayang di depan Rumah Dinas Bupati, tidak memungut biaya dari guru.

Titik Konflik: Dari Iuran Wajib ke Pungutan Kegiatan

Kesenjangan antara pernyataan Ketua PGRI (nominal hanya Rp 25.000) dan tagihan faktual di Cabang (Rp 105.000) menunjukkan adanya konflik implementasi di tingkat akar rumput:

  1. Tagihan Kolektif dan Wajib: Tagihan HUT sebesar Rp 105.000 di beberapa Cabang dimasukkan dalam format tagihan kolektif bulanan dan dipungut secara wajib, bukan bersifat sumbangan sukarela.
  2. Isu Transparansi: Nominal Rp 105.000 yang besar, tanpa rincian penggunaan yang jelas kepada anggota, memicu persepsi bahwa dana tersebut bersifat pungli, meskipun diklaim untuk membiayai berbagai lomba dan kegiatan HGN.
  3. Beban Ekonomi: Iuran ini menjadi beban berat, terutama bagi guru honorer (yang di daerah lain bahkan dikabarkan dikenakan iuran berjenjang berdasarkan status kepegawaian), yang di tengah keterbatasan honor harus menanggung iuran wajib PGRI, DASPEN, Majalah, dan kontribusi HUT sekaligus.

PGRI Kabupaten Pekalongan, yang baru terbentuk kurang dari setahun dan memiliki 21 cabang, kini dihadapkan pada tantangan transparansi pengelolaan dana dan komunikasi organisasi agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan di kalangan anggotanya.

Pihak PGRI Kabupaten Pekalongan diharapkan segera mengeluarkan rincian penggunaan dana HUT PGRI Rp 105.000 secara transparan kepada anggota untuk memadamkan isu pungli, sesuai dengan tuntutan prinsip akuntabilitas organisasi profesi.

Ringkasan dalam Kasus Pekalongan

Dalam konteks kasus Pekalongan, meskipun iuran wajib bulanan merupakan kewajiban, kontroversi muncul karena komponen sumbangan kegiatan/HUT (Rp 105.000) yang besarnya melampaui iuran wajib dan bersifat kolektif/wajib, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah pungutan tersebut masih masuk dalam ranah kewajiban yang wajar atau sudah melenceng.

Klarifikasi Ketua PGRI Kabupaten Pekalongan Mengenai Iuran dan Program

Berikut adalah kiriman audio kepada Warta Desa yang merangkum pernyataan Kholid, Ketua PGRI Kabupaten Pekalongan (yang juga Kepala Dinas Pendidikan setempat), mengenai isu iuran dan program kegiatan PGRI di tingkat cabang:

Isu Iuran dan Berita yang Beredar

Kholid menyatakan bahwa ia ingin mengklarifikasi isu yang beredar, terutama yang muncul di media massa, mengenai program dan iuran PGRI. Ia menekankan bahwa isu tersebut belum tentu memiliki dasar yang kuat, dan ia sendiri merasa kaget ketika pertama kali mendengar dokumen atau berita itu tersebar luas. Kholid menegaskan bahwa belum pernah ada verifikasi langsung secara lisan atau tatap muka dengannya terkait dokumen atau informasi yang diedarkan.

Kholid juga menyebut bahwa ia ingin bertemu dengan pihak-pihak terkait (seperti wartawan, pada hari Jumat) untuk membuat masalah ini menjadi “clear” atau jelas, dan menegaskan bahwa tidak ada tujuan tersembunyi di balik kegiatannya.

Kebijakan Program dan Iuran PGRI Cabang

Kholid menjelaskan bahwa di PGRI, setiap cabang memiliki hak dan kewenangan (prerogatif) masing-masing dalam melaksanakan program dan menentukan iurannya, khususnya yang berkaitan dengan peringatan Hari Ulang Tahun PGRI.

  • Program Cabang: Program kegiatan seperti gerak jalan, lomba-lomba, atau kegiatan lainnya sepenuhnya merupakan agenda masing-masing cabang. Contohnya, Cabang Kajen mengadakan gerak jalan karena adanya antusiasme dari anggota di sana.
  • Iuran Wajib vs. Iuran Kegiatan:
    • Iuran Wajib (seperti iuran kematian) adalah iuran yang pasti dan sudah lama berjalan.
    • Iuran untuk Hari Jadi/HUT PGRI sifatnya bergantung pada program masing-masing cabang. Cabang yang tidak memiliki agenda untuk memperingati hari jadi PGRI di wilayahnya bisa saja tidak melaksanakan iuran tersebut.
  • Wewenang Ketua PGRI Kabupaten: Kholid menegaskan bahwa dirinya tidak boleh (tidak berhak) menentukan besaran iuran atau program yang ada di tingkat cabang. Keputusan ini berada pada rapat internal masing-masing cabang.

Visi dan Transparansi

Sebagai Ketua PGRI Kabupaten dan Kepala Dinas Pendidikan, Kholid menyatakan keinginannya untuk membuat kabupaten menjadi lebih baik, namun hal ini harus dilakukan tanpa mengganggu stabilitas atau ketenangan (gravitas) para guru.

Ia juga menyambut baik jika ada pihak yang ingin memeriksa Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari kegiatan yang ada di PGRI Kabupaten untuk menjamin transparansi. Kholid menekankan pentingnya komunikasi terbuka agar semua pihak memahami dan tidak ada lagi kecurigaan seperti “ngapain ini ngapain” di zaman sekarang. (Rohadi)

 

Terkait
Pantai Depok, Nasibmu Kini

Meski sudah ada pemecah ombak, abrasi terus menggerus Pantai Depok Pekalongan (12/10)

Diduga mengalami gangguan jiwa, pemuda ini ditemukan gantung diri

ilustrasi: Sirmanem (26 thn), warga dusun Lendang Beriri, desa Sukadana, kecamatan Bayan - Lombok Utara, ditemukan Read more

Rutin, Polsek Sragi beri pengamanan di sekolah

Polsek Sragi membantu mengatur lalu lintas di depan SMA Negeri 1 Sragi, Jum'at (14/10). Foto : Read more

[Video] Pantai Siwalan Nasibmu Kini

https://youtu.be/-ifv0wgTxAM Pesisir pantai siwalan hingga wonokerto Kab. Pekalongan terus terkikis, Pemukiman warga terus terancam hilang. Sebagian rumah warga  sudah tidak Read more

Wartawan Warta Desa dilarang menerima suap atau sogokan dalam bentuk apapun, termasuk uang, barang, atau fasilitas, yang dapat mempengaruhi independensi pemberitaan. Jika menemukan hal tersebut, mohon difoto dan dilaporkan kepada redaksi dan pihak kepolisian

Tags : iuranPekalonganpgriPungli