Batang, Warta Desa. – Kepala Desa atau lurah tidak boleh lagi melakukan pungutan Pulogoro atau pungutan terkait dengan jual beli tanah. Hal demikian termasuk pungli. Demikian disampaikan Kelompok Kerja Tim Saber Pungli Batang, Retno Dwi Irianto, Jum’at (3/3).
Retno menambahkan bahwa pungutan Pulogoro merupakan pungutan yang diambil berdasarkan kebiasaan, kemudian menjadi adat sehingga hal ini sangat lemah aturan hukumnya.
“Kepala desa atau lurah tidak boleh lagi melakukan pungutan pologoro terhadap masyarakat yang melakukan jual beli tanah karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Jika itu dilanggar, bisa masuk kategori pungli,” ujar Retno.
Turunnya dana desa (DD) dan anggaran dana desa (ADD) melalui APBN ke setiap desa yang besarannya mencapai satu miliar, lanjut Retno, maka tidak ada alasan lagi bagi desa untuk memungut Pulogoro untuk membiayai pelaksanaan pelayanan publik di desa.
Sementara itu untuk pelaksanan program Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA), tambahan biaya ke masyarakat harus sesuai dengan Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/0002669 tentang Tindak Lanjut Prona.
Retno mengatakan, intinya bahwa setiap pungutan di desa harus didasari dengan aturan hukum. Agar Kepala Desa atau lurah tidak terjebak alam pungli yang masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Pungkasnya. (Antara)










