SELASA kemarin (28/12/2021) petugas dari Perhutani RPH Kenjuran BKPH Candiroto KPH Kedu Utara diampingi oleh Kepala Desa Blumah, Kecamatan Plantungan, Kabupaten Kendal beserta relawan mendatangi Mbah Suro, pria yang tinggal di tengah Hutan Lindung Gunung Prau. Kehadiran mereka untuk mengajak Mbah Suro pindah ke tempat yang disediakan oleh pemdes setempat. Awalnya Mbah Suro sekedar ingin menenangkan diri di hutan lantaran banyak masalah yang dihadapi, namun terlanjur kerasan tinggal di hutan lantaran “secara ilegal” mengelola 2,5 hektar hutan untuk ditanami kopi.

M. Yazid, Kepala Desa Blumah telah memberikan solusi dengan menyiapkan lahan untuk dijadikan tempat tinggal Mbah Suro. Namun dia menolak membongkar rumahnya di Hutan Lindung Gunung Prau saat penindakan oleh Tim Polisi Hutan yang dipimpin oleh Sugito. Pria penghuni hutan tersebut menjanjikan kepada petugas akan membongkar rumahnya satu bulan kedepan.
Petugas RPH Kenjuran BKPH Candiroto KPH Kedu Utara dibantu oleh relawan Gunung Prau akhirnya mengamankan barang-barang berharga milik Mbah Suro, dievakuasi ke Balai Desa Blumah, untuk menjaga komitmen bahwa pria berusia sekira 55 tahun tersebut akan membongkar rumahnya sesuai kesepakatan.

Dari penurutran para relawan, diketahui bahwa Mbah Suro kali pertama datang ke Hutan Lindung, 16 tahun lalu. Berawal dari banyak masalah yang dihadapinya, pria asal Dusun Kejiwan, Desa Blumah, Plantungan, Kendal ini pergi ke Hutan Lindung Gunung Prau untuk menenangkan diri. Di hutan, ia mendirikan rumah dan menggarap 2,5 hektar lahan hutan lindung dan dialihfungsikan dengan ditanami berbagai tanaman, sebagian besar berupa tanaman kopi.
Konsekuensi penggarap hutan lindung yang melakukan alih fungsi hutan, seharusnya terus melestarikan tanaman hutan dan menjaga kelestariannya. Namun Mbah Suro malah pohon-pohon besar yang menghalangi tanaman kopi-pun dibabatnya. Saat petugas penindakan menanyakan alasannya, ia menjawab pepohonan hutan yang berusia puluhan tahun tersebut menghalangi tanaman kopi yang dia tanam. Alibi Mbah Suro terus menanam kopi pada lahan hutan lindung, bahwa warga miskin menjadi tanggung-jawab negara. “Masyarakat miskin dipelihara oleh negara, pohon-pohon besar sengaja dimatikan karena saya anggap menghalangi tanaman kopi,” tuturnya.
Penindakan yang dilakukan oleh polisi hutan dibantu oleh pemerintah desa dan para relawan hutan Gunung Prau, bukan hanya sekali ini. Sedikitnya dua kali ia diperingatkan oleh petugas. Pertama, Mbah Suro pernah terjerat hukum lantaran ketahuan menebang pohon hutan dan menggunakan kayunya untuk mendirikan rumah di tengah hutan lindung. Saat itu ia sudah diperingatkan oleh petugas untuk tidak mengulangi penebangan pohon secara ilegal.
Kedua, Mbah Suro kembali menebang pohon untuk dijual, dan hasil penjualan kayu digunakan untuk membeli motor. Petugas pun kembali memperingatkannya, saking bandelnya, ia melakukan lagi penebangan pohon. Kali ini digunakan untuk membuat papan cor pembuatan kincir mikro hidro.

Beberapa alasan yang diungkapkan oleh Petugas Polisi Hutan RPH Kenjuran BKPH Candiroto KPH Kedu Utara dalam penindakan pemindahan Mbah Suro adalah, rumah yang dibangun di hutan lindung sudah 16 tahun; melakukan alih fungsi hutan lindung seluas 2,5 hektar dengan ditanami kopi namun tidak mau menjaga kondisi hutan dengan alasan tidak ada dana, padahal hasil panen kopi mampu untuk terus menjaga ekosistem hutan lindung.
Alasan lainnya, Mbah Suro tidak bisa menanami hutan dengan kayu keras karena tidak ada waktu, sering banyak tamu yang minta nomor togel. Ia juga enggan menanam pohon kayu karena tidak menghasilkan uang. Hanya mau menanam tanaman yang bernilai ekonomis saja.
Petugas menambahkan bahwa Mbah Suro pernah terjerat kasus hukum karena ketahuan menebang banyak pohon dan menggunakan kayunya untuk mendirikan rumah di hutan, menjual kayu tebangannya untuk membeli motor dan papan cor listrik tenaga mikro hidro. Meski sudah diperingatkan ia selalu mengulangi penebangan pohon.
Selain itu, rumah Mbah Suro sering dijadikan transit para pemburu ilegal, pernah ada perempuan yang datang menginap di rumahnya. Dan limbah pribadi dibuang langsung di sungai, sementara sungai tersebut dimanfaatkan warga beberapa dusun di bawahnya seperti Dusus Tegal Parto, Kenteng di Desa Wonodadi dan Dusun Tambahrejo Des Manggung Mangu untuk konsumsi. (.*.)
Pewarta : Andi Gunawan
Editor : Buono