close
pajak warung makan

Kajen, Wartadesa. – Pajak (yang dibebankan) pembeli warung makan sebesar 10 persen dikeluhkan oleh para pedagang. Akibat dari penerapan pajak tersebut, pedagang merasa resah, gelisah dan khawatir bisa berdampak pada pendapatan dan turunnya pengunjung yang enggan membeli/makan lantaran dibebani pajak.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Paguyuban Warung dan Rumah Makan se Kabupaten Pekalongan, Iman dalam audiensi dengan Komisi B DPRD Kabupaten Pekalongan serta OPD terkait di Ruang Rapat Komisi B, Kajen, (2/12/2019).

Baca: Warganet Pekalongan keberatan dengan pajak pembeli

Iman mengatakan bahwa para pedagang tidak tega menaikan harga jual dengan penambahan pajak sebesar 10 persen. Dan konsumen pun keberatan dengan pajak tersebut. “Bahkan ada yang sampai tidak jadi makan gara-gara disuruh bayar lebih untuk pajak 10% tersebut,” ucapnya.

Para pengusaha rumah makan meminta agar pajak pembeli ditangguhkan terlebih dahulu. “Jelaslah, daerah seperti Jogja sebagai daerah wisata dan Jakarta sebagai daerah maju pasti pendapatannya berbeda dengan Kabupaten Pekalongan. Makanya pajaknya jangan dipukul rata 10% semua,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan oleh Ibnu, penasehat Paguyuban warung dan rumah makan se Kabupaten Pekalongan. Menurutnya saat ini pengusaha sudah dibebani dengan pajak restoran. “Walaupun tidak sampai 10% tetapi kami sudah dikenai pajak restoran,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Pekalongan, Sumar Rosul mengatakan bahwa aspirasi dari Paguyuban Warung dan Rumah Makan se Kabupaten Pekalongan yang pertama mereka mengadu karena merasa resah dengan diberlakukannya pajak 10% tersebut secara digital.

Kami tahu bahwa pajak 10% itu dasarnya dari undang-undang, jika merasa keberatan maka pihak dari paguyuban bisa memberikan masukan secara langsung ke kementerian dan kita membantu untuk mengusulkan ke DPR RI. “Yang kita usulkan sesuai dari keinginan pihak paguyuban adalah bahwa kalau bisa setiap daerah untuk pemberlakuan pajak dilakukan secara proporsional di daerah tertentu sesuai dengan zona perekonomian masing-masing,” tutur Sumar.

Kedua, masih tutur Sumar, bahwa untuk sosialisasi pajak 10% tersebut pelaksanaannya harus dilakukan secara menyeluruh, intens, masif dan matang sehingga tidak terjadi miss informasi atau salah paham baik antara konsumen dengan pemilik rumah makan. “Kalau ini diberlakukan secara matang dan menyeluruh dan semua paham maka saya yakin tuntutan terhadap pajak tersebut tidak menjadi masalah,” ujarnya.

Dan yang terakhir yaitu tentang taping box (mesin penghitung pajak yang dipasang di rumah makan) yang akan dipasang di rumah makan untuk supaya dipenuhi dulu secara maksimal sesuai dengan jumlah warung atau rumah makan yang ada di Kabupaten Pekalongan. Kemudian penyelesaian dari eksekutif bahwa taping box atau alat pemungut pajak secara digital ini akan dibantu oleh Bank Jateng di tahun 2020. “Ini harus diperjelas lagi jumlahnya berapa dan sesuai kebutuhan,” lanjut Sumar.

Sumar meminta kepada Pemkab Pekalongan untuk mematangkan dulu aturan pajak pembeli sebelum diberlakukan secara menyeluruh di Kota Santri.. Disamping kami juga akan membantu untuk mengusulkan usulan dari pihak paguyuban ke DPR RI. (Eva Abdullah)

Terkait
Pantai Depok, Nasibmu Kini

Meski sudah ada pemecah ombak, abrasi terus menggerus Pantai Depok Pekalongan (12/10)

Rutin, Polsek Sragi beri pengamanan di sekolah

Polsek Sragi membantu mengatur lalu lintas di depan SMA Negeri 1 Sragi, Jum'at (14/10). Foto : Read more

[Video] Pantai Siwalan Nasibmu Kini

https://youtu.be/-ifv0wgTxAM Pesisir pantai siwalan hingga wonokerto Kab. Pekalongan terus terkikis, Pemukiman warga terus terancam hilang. Sebagian rumah warga  sudah tidak Read more

Warga terdampak tol mulai pindah

Warga terdampak tol di desa Bulakpelem, Sragi ini mulai membongkar rumahnya secara swadaya. (15/10) Foto : Read more

Tags : pajak pembelipajak warung makanPekalongan