Warta Desa, Pekalongan, 17 Januari 2025 –Badan Usaha milik Desa (Bumdes) Giri Makmur Desa Tembelanggunung, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan jadi sorotan warga. Pasalnya, pengelolaan keuangan Bumdes yang bergerak dibidang simpan pinjam ini, dinilai tidak akuntable dan transparan. Tidak ada laporan keuangan yang dipublikasikan kepada warga desa.
Narasumber kami menyebut, unit simpan pinjam Bumdes Giri Makmur berasal dari alokasi dana desa sebesar Rp100 juta pada tahun 2018 dan Rp50 juta pada tahun 2019.
Selain simpan pinjam, Bumdes ini mempunyai program utama yakni Warung Desa dengan modal awal Rp20 juta dari Bantuan Keuangan (Bankeu). Namun Warung Desa ini tidak beroperasi.
Dana Bumdes Diduga Beralih ke Kepala Desa
Sejumlah warga mengeluhkan bahwa dana sebesar Rp150 juta, yang seharusnya digunakan untuk program simpan pinjam Bumdes Giri Makmur, justru diserahkan kepada kepala desa tanpa kejelasan.
Bendahara Bumdes mengungkapkan bahwa pada 2022, kepala desa meminjam Rp20 juta dengan janji pengembalian dalam waktu dekat, tetapi hingga kini belum ada pertanggungjawaban (belum dikembalikan).
Merasa tidak ada kejelasan, bendahara Bumdes dan anggota lainnya akhirnya menyerahkan pengelolaan dana senilai Rp122 juta langsung kepada kepala desa. Penyerahan ini dilakukan di hadapan anggota Bumdes lainnya.
Bendahara Bumdes juga mengungkapkan bahwa masih terdapat pinjaman macet dari nasabah sekitar Rp5 juta. Selama dua tahun beroperasi, program simpan pinjam Bumdes Giri Makmur diklaim memperoleh keuntungan sekitar Rp20 juta. Sebagian dana juga telah digunakan untuk pengadaan alat tulis kantor (ATK) sebesar Rp10 juta, sementara gaji pengelola diambil dari persentase bunga pinjaman. Selain itu, kepala desa sempat memberikan Rp4,5 juta kepada pengurus BUMDes sebagai dana kebersamaan, yang kemudian dibagikan kepada empat anggota.
Kepala Desa Sulit Ditemui
Saat awak media mencoba mengonfirmasi dugaan ini, kepala desa tidak ditemukan di balai desa. Menurut warga yang rumahnya berada di depan kantor desa, balai desa memang sering tutup pada hari Jumat. Sementara itu, staf desa menyebutkan bahwa kepala desa jarang hadir di kantor, meskipun rumahnya berdekatan dengan balai desa.
Upaya konfirmasi lebih lanjut melalui pesan WhatsApp juga tidak membuahkan hasil. Bahkan, ketika awak media meminta nomor kontak kepala desa kepada istrinya, yang diberikan justru nomor seorang perempuan yang tidak ada kaitannya dengan pemerintahan desa.
Warga Minta Investigasi
Kasus ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa. Warga mendesak pihak berwenang untuk segera turun tangan, melakukan investigasi, dan memastikan pertanggungjawaban atas dana yang telah digunakan. Mereka berharap ada tindakan konkret agar pengelolaan dana desa bisa lebih transparan dan tidak merugikan masyarakat. (Tim Liputan)