Semarang, Wartadesa. – Upaya banding yang dilakukan oleh mantan Kepala Desa Sidorejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan, Muhammad Jamal ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jateng. Jamal sebelumnya menajukan banding atas kasus korupsi dana desa yang menghukum dia dengan pidana penjara selama 18 bulan dan denda sebesar Rp 50 juta.
Selain itu, Jamal diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 170,6 juta dalam waktu satu bulan atau diganti 1 tahun kurungan, demikian bunyi amar putusan hakim yang dibacakan 19 Mei 2020.
Sementara pada putusan banding yang dibacakan 27 Juli 2020, ketua majelis hakim Alfred Pangala BR menyatakan putusan yang sama dengan putusan sebelumnya yaitu Jamal terbukti bersalah dan menghukumnya dengan pidana 18 bulan penjara.
“Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” kata hakim Alfred Pangala BR.
Selain itu, majelis hakim banding juga memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan serta membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan.
Ditolaknya upaya banding di PT Jateng tersebut, Jamal menaku akan segera menajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).”Saya akan segera ajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA),” kata Jamal, Kamis (30/7/2020) dikutip dari Tribun Jateng.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pekalongan, Eko Hertanto mendakwa Muhamad Jamal telah melakukan korupsi dana desa. Total kerugian negara yang timbul sebesar Rp 170,6 juta.
Menurut Eko, terdakwa sengaja mengondisikan proyek pembangunan di desanya supaya mendapat keuntungan pribadi. Terdakwa meminta fee atau imbalan sebesar 5 persen dari nilai proyek yang dikerjakan.
Dalam berkas pledoi maupun memori bandingnya, terdakwa Jamal menolak disebut korupsi. Kata dia, fakta persidangan menunjukkan bahwa penggarap proyek di desanya selalu dibayar utuh, tidak ada potongan.
Menurut Jamal, terjadinya permasalahan ini disebabkan karena Camat Tirto meminta Rp 35 juta pada pencairan dana desa tahap pertama, sehingga menghambat pencairan tahap selanjutnya. (Sumber: Tribun Jateng)