Pemalang, Wartadesa. – Tradisi Baritan, larung sesaji di TPI Asemdoyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang digelar tiap tanggal 1 Suro atau bertepatan dengan 1 Muharram, tiap tahunnya. Baritan digelar sebagai ungkapan rasa syukur atas rejeki yang melimpah serta panjatan do’a agar ditahun depan rejeki tetap melimpah.
Prosesi Larung sesaji yang dimulai dari Balai Desa Asemdoyong diawali dengan kirab Ambeng Laut yang diiringi musik angklung, drum band, kuda lumping dan rebana dilanjutkan upacara ritual dan ruwatan larung sesaji di TPI Asemdoyong, dimulai sejak pagi hari.
Larung sesaji berupa kepala kerbau, aneka hasil bumi, aneka kebutuhan sehari hari dan berbagai macam sesaji lainnya dilakukan setelah dilakukan do’a diiringi oleh puluhan kapal nelayan diiringi oleh keluarga nelayan dan masyarakat lainnya.
Sesuai dengan kepercayaan masyarakat nelayan Asemdoyong, sesaji yang dilarung ketengah laut tersebut diperebutkan para nelayan yang mengejar dengan kapal yang dihias berwarna warni. Kalaupun tidak mendapatkan sesaji tersebut, nelayan akan mengguyur atau mencuci perahu/kapalnya dengan air laut yang dekat sesajen yang dilarung tersebut.
Berkaitan dengan upacara Baritan, nelayan TPI Asemdoyong menggelar rapat pengundian perahu pembawa sesaji atau ambeng laut, Jum’at (30/08) malam di KUD Mina Misoyo Makmur, desa setempat. Kegiatan ini dihadiri ketua panitia baritan, pengurus KUD Mina Misoyo Makmur desa Asemdoyong, Bhabinkamtibmas dan Babinsa desa Asemdoyong, para pemilik perahu dan juru mudi.
Tradisi Baritan dilakukan warga Asemdoyong secara turun-temurun. Warga menuturkan bahwa menurut legenda tradisi Baritan dilakukan lantaran adanya wabah yang dipercaya sebagai kutukan Dewi Lanjar, penguasa pantai Utara Jawa.
Diceritakan warga, pada suatu masa masyarakat sepanjang pesisir terkena wabah penyakit. Wabah ini dipercaya sebagai kutukan karena tidak memberikan penghormatan berwujud sesaji kepada penguasa Pantai Utara yang bernama Dewi Lanjar sehingga mereka mengadakan ritual sedekah laut yang diberi nama baritan.
Nama baritan sendiri berasal dari kata mbubarake peri lan setan (mengusir hantu dan setan). Setelah diadakannya ritual baritan tersebut, wabah penyakit tersebut perlahan-lahan pergi. Dan masyarakat pun tenang kembali. Kini meski kehidupan masyarakat mulai tergerus arus modernitas, mereka masih tetap melestarikan tradisi baritan tersebut. (Eva Abdullah)