Pekalongan Kota, Wartadesa. – Pekalongan itu kalau kalinya keruh, berwarna, bau, dan kotor, itu menandakan geliat ekonominya sedang naik. Sebaliknya kalau sungainya sedikit jernih, tidak bau, berwarna lumpur, itu menandakan kondisi ekonomi (batik) sedang lesu. Sebuah pemeo yang salah kaprah. Namun itulah yang terjadi di Kabupaten maupun Kota Pekalongan.
Seperti dikeluhkan oleh warga Tirto, Aries, “Kondisi kali sunguh memprihatinkan, penuh sampah, kotor, berbau, berwarna dan dipenuhi enceng gondok,” tuturnya, Ahad (20/8).
Aries berharap tiap warga yang peduli, rela memasang teralis besi di aliran sungai, untuk mengurangi limbah sampah mengalir ke sungai. “Kalau tiap desa atau kelurahan yang dilewati oleh su.ngai, memasang teralis di aliran sungai, tentu sampah tidak ikut mengalir ke sungai. Otomatis terhendi di teralis tersebut, dan bisa tiap hari dibersihkan oleh warga,” lanjutnya.
Hal tersebut diaminkan oleh Dian, “Dengan adanya tralis di aliran sungai, tiap batas desa atau kecamatan, Insya Allah yang mengalir dari arah kidul (selatan) tekan lor (utara) cuma airnya saja.” Ujarnya.
“Mbuh kui warnane opo, mbuh kui ambune badeg, tapi sampahe ora katut ngalor. Yuk ngadake (teralis), demi sungai pekalongan yang bersih. Ora usah telalu ngandalke pemerintah. Nek gelem diajak kerjasama ya syukur, nek ora yo gerake dewe (swadaya),” lanjut Dian.
Menurut Erwin, pemerintah dan warga, terutama pengusaha batik perlu duduk bersama. Harus ada upaya untuk tidak membuang limbah batik langsung ke sungai, tetapi mereka dibuatkan IPAL dan setelah melalui proses di IPAL baru dibuang ke sungai.
Erwin menambahkan, komunitas peduli yang ada di Pekalongan juga perlu mengajak warga untuk sadar lingkungan, tidak membuang sampah langsung ke sungai. Setidaknya ada langkah preventif dari pemerintah, yang mengatur agar warga jera untuk membuang sampak ke sungai. pungkasnya. (WD)