close
Sosial Budaya

Nyadran, kini menarik hati kaum milenial

nyadran binangun kesesi

NYADRAN yakni bebesik (membersihkan) makam dan memanjatkan do’a-doa dan selamaetan dengan berbagi makanan, menjelang bulan Ramadan, atau dalam penanggalan Jawa, Ruwah, kini mulai digemari oleh kaum milenial. Meski kehadiran kaum muda masih lebih sedikit dibandingkan dengan kaum tua, namun alasan ‘nguri-uri’ budaya menjadi alasan paramuda untuk mengikuti tradisi turun-temurun tersebut.

Adalah Firmansyah, pemuda dan juga guru sekolah asal Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan. Ia turut mengikuti gelaran Nyadran di Makam Mesoyi, Kecamatan Talun, pada Jum’at pekan pertama bulan Maret 2021. “Nguri-nguri kebudayaan warisan leluhur, nyadran, saben Jum’at Kliwon/Pon di bulan Rajab, makam Mesoyi, Talun, Kabupaten Pekalongan,” ungkapnya.

 

Kegiatan Nyadran di Makam Desa Mesoyi, Talun, Pekalongan. Foto: Firmansyah

Budaya masa Hindu-Budha yang telah berlangsung sejak zaman kerajaan Majapahit tahun 1284 ini mengalami akulturasi sejak masuknya Islam di Jawa pada abad ke-13.  Tradisi craddha berupa penghormatan kepada arwah nenek moyang disertai dengan memanjatkan doa keselamatan. Dalam pelaksanaan nyadran, akulturasi semakin kuat ketika Walisongo menyebarkan agama Islam. Tujuan dari Nyadran adalah menghormati para leluhur dan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan.  Nyadran digelar oleh masyarakat Jawa dengan serangkaian kegiatan upacara pembersihan makam, tabur bunga, dan acara selamatan atau bancakan.

Mulai tertariknya kaum muda pada tradisi Nyadran ini cukup melegakan. Sebagai pewaris tradisi, andilnya milenial pada tradisi ini setidaknya turut melestarikan budaya nusantara. Ketertarikan kaum muda terhadap Nyadran ini juga diungkapkan oleh Mukhlisin, warga Binangun, Kesesi, Pekalongan. Menurutnya tradisi Nyadran membuatnya kangen pulang kampung, lantaran ia di Jakarta.

Upacara Nyadran di Makam Binangun, Kesesi, Pekalongan. Foto: Mbinangon Kesesi

Ajaran Islam yang meyakini bahwa bulan Sya’ban (Ruwah-Jawa) merupakan bulan pelaporan atas amal kebajikan manusia. Oleh karena itu ziarah kubur dimaksudkan juga sebagai instropeksi diri atau perenungan terhadap apa yang telah diperbuat selama satu tahun.

Menurut Rohim Habibi, Staff Lembaga Penjaminan Mutu IAIN Surakarta, secara sosio-kultural, ritus (upacara) sadranan tidak hanya sebatas membersihkan makam-makam leluhur, selamatan (kenduri), sadranan juga menjadi ajang silaturahmi keluarga dan sekaligus menjadi transformasi sosial, budaya, dan keagamaan.

Dalam tulisannya Rohim menyebut bahwa tradisi Nyadran merupakan proses  penanaman dan pengembangan nilai-nilai dari seseorang kepada masyarakat, dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sadranan menjadi media internalisasi nilai-nilai agama dan budaya kepada masyarakat.

Budaya Nyadran mempunyai nilai religius. Nilai ini  tampak dari do’a  yang merupakan unsur penting dalam pelaksanaan ritual sadranan. Permohonan ampunan dan permohonan surga bagi para leluhur dilakukan dengan tahlilan yang dipimpin oleh ulama setempat. Ziarah kubur dilakukan untuk mengingatkan bahwa tiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian.

Ziarah kubur dalam tradisi Nyadran di Binangun, Kesesi, Pekalongan. Foto: Mbinangon Kesesi

Sedekah dalam Nyadran berupa makanan pokok menunjukkan wujud syukur atas segala karunia yang diberikan Tuhan kepadanya setiap waktu. Sadranan merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat Jawa kepada Tuhan Yang Maha Kaya. Masyarakat berduyun-duyun mensodaqohkan makanan atau jajanan kepada saat sadranan. Tidak ada paksaan dalam laku ini. Masyarakat dengan suka-rela menyumbangkan sesuatu semampunya untuk orang lain.

Upacara Nyadran juga menunjukan ciri khas masyarakat Jawa yang selalu bergotong-royong.  Kegiatan nyadran bagi warga, dirasakan menjadi milik bersama, dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dijiwai oleh rasa kebersamaan saling tolong menolong tanpa rasa perselisihan, merasa saling mengungguli. Oleh karenanya sadranan merupakan perwujudan dari laku rukun masyarakat Jawa.

Nilai-nilai Nyadran inilah yang seharusnya selalu ‘diuri-uri’ oleh kaum muda. Seperti diungkapkan oleh Firmansyah. (Bono)

Terkait
Pantai Depok, Nasibmu Kini

Meski sudah ada pemecah ombak, abrasi terus menggerus Pantai Depok Pekalongan (12/10)

[caption id="attachment_1311" align="aligncenter" width="1024"] Warga sekitar Mushola Pasar Kebo - Kajen merehab Mushola, Jum'at (14/10). Foto : Eva Abdullah/wartadesa Kajen, Read more

[Video] Pantai Siwalan Nasibmu Kini

https://youtu.be/-ifv0wgTxAM Pesisir pantai siwalan hingga wonokerto Kab. Pekalongan terus terkikis, Pemukiman warga terus terancam hilang. Sebagian rumah warga  sudah tidak Read more

Tags : NyadranPekalongan