Penulis : Cholis Setiawan
Pilkades telah usai, tetapi masih menyisakan persoalan yang cukup pelik dan berpotensi kisruh jelang pelantikan, hal ini dikarenakan pernyataan Bupati Pekalongan di berbagai kesempatan sering mengatakan “Calon kades terpilih yang melakukan anduman uang tidak akan dilantik”. Pernyataan itu juga sering disampaikan oleh camat dan kapolsek di berbagai pertemuan yg diselenggarakan oleh P2KD. Hal itu disampaikan sebagai upaya mewujudkan “Pilkades yang Bermartabat, Berkualitas dan Tolak Anduman”. Slogan pilkades yang banyak terpampang besar di sudut sudut desa jelang pemilihan.
Bupati pun secara tegas berulang ulang menyampaikan, jangan takut tidak ada yang noblos karena tidak ada uang saku untuk ke TPS. Berapapun warga yang datang, meskipun sedikit yang noblos, tetap syah pemilihannya.
Respon warga desa pun beragam, banyak yang antusias dengan adanya larangan anduman, hal inilah yang mendorong warga rame-rame mencalonkan diri sebagai kades, disamping pendaftarannya gratis, anduman pun dilarang, ini ditandai ada satu desa yang cakadesnya 16 orang. Sebuah rekor baru dalam sejarah antusiasme peserta pilkades. Kebijakan baru ini tentu membawa angin segar terwujudnya demokrasi yang sehat dan harapannya akan lahir kepala desa yang benar benar jujur, cerdas, berkualitas dan disukai warganya. Tetapi banyak juga warga yang skeptis, “ah…. itu cuma aturan, praktiknya pasti ada anduman, Bupatinya saja dulu waktu mencalonkan diri juga andum uang”.
Menyikapi tolak anduman yang disuarakan terus oleh Bupati, Camat dan pihak kepolisian, menjadi persoalan tersendiri bagi calon kepala desa, disatu sisi desakan warga menuntut anduman disisi lain terkait adanya aturan larangan anduman. Berawal dari sinilah kompromi kompromi itu terjadi.
Ada beberapa desa yang semua calon kepala desanya kompromi sepakat bebas melakukan anduman dan tidak akan saling membuat laporan aduan. Ada juga yang andumannya disamakan nominalnya, istilahnya dipanitia dan dibagikan setelah pencoblosan. Ada juga yang tidak melakukan kompromi, tidak ada kesepakatan anduman dan semua calon sepakat mengikuti aturan yang berlaku.
Celakanya, ada oknum camat selaku penanggungjawab timwas yang menyampaikan bahwa boleh melakukan anduman sebelum penetapan calon kepala desa disyahkan. Dan lebih celakanya lagi Bupatinya juga di satu kesempatan menyampaikan boleh melakukan anduman setelah pencoblosan selesai. Inilah sumber persoalan terjadi. Bupati dan camat sebagai kepanjangan tangan bupati terkesan ambigu dalam kebijakannya.
Kesan ambigunya kebijakan Bupati makin terasa ketika beberapa laporan aduan tidak direspon dan tidak ditindaklanjuti dengan baik oleh camat selaku timwas kecamatan, bahkan terkesan mempersulit aduan, saling lempar tanggungjawab ketika ada laporan.
Pilkades telah usai, kabarnya cakades terpilih sudah diundang untuk pelantikan, katanya setiap cakades dibebankan biaya 4,5 juta untuk seragam pelantikannya, informasinya 16 Desember mendatang akan ada pelantikan. Disisi lain desakan pembatalan pelantikan cakades terpilih terjadi dimana mana, menuntut janji Bupati. Aksi unjuk rasa kemungkinan terus berlanjut selama Bupati Pekalongan terus “bersembunyi” tidak berani menemui peserta aksi dan meredamnya.
Janji Bupati bukan Janji Joni dalam cerita komedi. Harapanya, Janji Bupati jangan hanya tinggal janji yang dengan mudahnya diingkari dan tak peduli banyak warga yang menagih janji. Saya masih yakin Bupati Pekalongan cukup berani untuk menepati janjinya. Semoga. (.*.)
Tulisan asli ada pada laman facebook Cholis Setiawan
9 Desember pukul 03.03