Pagi ini anak-anak sudah mulai mengungsi ke rumah tetangga. Tidak jauh sih … tetangga samping rumah yang kebetulan punya tipi (televisi) baru yang bisa memutar kanal digital TVRI. Kanal yang ada di nomor 801, 802, 803 dan 804 saat ini menjadi incaran anak-anak sekolah.
Saya jadi ingat masa-masa SD dulu, saat nonton siaran ketoprak yang ditayangkan stasiun TVRI Yogyakarta. Saat itu belum ada stasiun TVRI Semarang. Saat itu orang-orang di kampungku numpang nonton di rumah sekretaris desa, lumayan jaraknya dari rumah, sekitar 500-an meter. Dan itu jarak terdekat untuk bisa menikmati siaran ketoprak maupun film aksi kesukaan The A Team, Heart to Heart dan lain sebagainya. Saat stasiun TPI mulai menayangkan siaran pendidikan, Alhamdulillah, orang tua sudah punya tipi analog ukuran 14 inchi. Saat itu saya sudah duduk di SMP.
Enam anak, lima diantarnya mengungsi, numpang nonton ke tetangga samping, terdiri dari satu PAUD, dua SD, Dua SMA. Sejak pukul 08.00 WIB mereka akan bergantian numpang. Lantaran sang bapak hanya punya tipi analog. Satunya lagi ngungsi ke rumah pakdenya, numpang wifi karena perkuliahannya menggunakan tatap muka daring, sejak pukul 07.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB untuk hari Senin, sedang hari Selasa hingga Jum’at waktunya tidak sepadat itu.
Tentu saja, numpang nonton tipi, apapun alasannya–belajar–tetap saja tidak mengenakkan. Ewuh (segan) dengan yang ditumpanginya, apalagi itu berlangsung sejak pagi hingga sore hari. Bergantian memang. Tapi … tentu saja sang pemilik tipi butuh hiburan untuk menyaksikan sinetron kesukaannya yang biasa ia tonton saban harinya. Apalagi saat wajib #DirumahAja seperti sekarang.
Dan, ternyata tidak hanya saya saja yang mengalami hal serupa. Beberapa kawan, memposting di grup media sosial. Mereka menanyakan cara mencari kanal tipi digital. Beberapa dari mereka menyarankan untuk membeli setbox tipi digital, dan harganya mencapai ratusan ribu. Masa sulit seperti sekarang, uang ratusan ribu akan lebih berarti dibelikan beras, untuk bertahan hidup, tentunya.
Kebijakan belajar satu arah ala nonton tipi digital mungkin tidak bermasalah bagi keluarga yang berkecukupan dan mampu mengadakan sarana-prasarana baru. Namun menohok bagi warga kurang mampu dan rentan yang saat ini jumlahnya melonjak drastis imbas mewabahnya virus Korona. Belum dampak sosial yang ditimbulkan, seperti gesekan keinginan menonton acara favorit pemilik tipi dengan si penumpang “belajar”.
Meski siaran tipi digital dapat diakses lewat internet. Ini jelas preseden buruk bagi kaum marginal. Pengalaman saat ini, dalam empat hari saja, saya musti merogoh kocek Rp 70 ribu untuk empat hari, guna memenuhi kebutuhan internet anak belajar daring.
Sekali lagi, sebuah dilema yang harus dipilih. Pilih mengutamakan pendidikan anak-anak melalui layanan daring dan kanal tipi digital atau kebutuhan dapur yang njomplang? Padahal hingga saat ini, dana BOS yang bisa dipergunakan untuk pengganti kuota internet pun belum ada kabarnya. (.*.)
Penulis: Buono
Pimpinan Redaksi Warta Desa