close
SAM_3798
Gedung Bioskop Djanoko di Randudongkal Pemalang. Foto: Buono/Wartadesa.

TEPAT di pusat kota Randudongkal Pemalang, Bioskop Djanoko masih gagah berdiri. Meski kondisi bangunannya terlihat tua tanpa perawatan. Pada bagian depan gedung terlihat tempelan kertas dengan tulisan, Tanah Dijual, Hubungi Joko.

Melihat bioskop yang pada era 70-an mengalami puncak kejayaan, dan kini menjadi sebuah gedung tua, saya menyempatkan turun dari bis pariwisata. Tidak banyak waktu memang, sambil menunggu lampu merah berubah warna, saya bertanya pada bapak-bapak yang berada di sisi depan bioskop. Pak Walidin (64) namanya, saya hanya sempat menanyakan nama dan asalnya. Ia warga sekitar.

Karena tidak punya banyak waktu, saya hanya menanyakan poster yang tertempel pada gedung. Menurut Walidin, sudah lama tanah dan gedung Bioskop Djanoko hendak dijual pemiliknya, namun hingga kini belum juga ada pembeli yang cocok harga.

Walidin sempat bercerita, saat ia masih kanak-kanak hingga remaja, setiap ada film baru yang diputar di Bioskop Djanoko, ia selalu menonton. Film yang diputar, film-film terbaru lokal dan film box office–sebutan film Barat yang sedang trend saat itu. Tuturnya, Kamis (23/12).

Walidin masih meneruskan, “Film favorit saya saat itu, film India, pokoknya kalau Bioskop Djanoko ada film India baru, saya pasti nonton,” cerocosnya penuh semangat.

Saya sempat menanyakan sejarah singkat bioskop yang berada di “jantung kota Moga” tersebut, namun tak sempat, bis yang saya tumpangi keburu mau meneruskan perjalanan, setelah beberapa lama menunggu, karena lampu merah sudah berganti hijau sejak tadi.

Tergelitik akan kisah “bioskop pudjaan rame” di Randudongkal, tanganku mengetik pada mesin pencarian website dengan kata kunci “bioskop djanoko randudongkal”, ketemu tulisan mejagongnews, sebuah blog yang saat ini (seperti) tidak diurus oleh pemiliknya. Tulisan tahun 2012 bertitel Hilangnya Keemasan Djanoko Si Gedung Bioskop.

Ceritanya seragam dengan kisah kelam bioskop-bioskop di Indonesia, yang tenggelam tertelan zaman. Berawal dari hadirnya teknologi cakram Video Compac Disk (VCD), Digital Vestatile Disc (DVD), Laser Disk, bahkan kini bisa dinikmati via jaringan internet.

Saat itulah perlahan namun pasti, nonton film di bioskop mulai ditinggalkan. Meski saat ini bioskop jaringan pengusaha kakap masih tetep eksis di tiap kota, namun jumlah penonton tidak akan kembali seperti tahun-tahun 70 hingga 90-an.

Mengutip tulisan dari mejagongnews, Bioskop Djanoko menjadi tujuan para remaja saat itu. Sejak berdiri di Tahun 1970-an, gedung pemutar film tersebut selalu ramai dibanjiri penonton. Film-film Hindustani menjadi magnet utama warga Randudongkal dan sekitarnya. Romantisme film India ini seperti menggambarkan pasangan muda-mudi yang sedang menikmati gelaran tayangan pita film pada mesin proyektor.

Saat marak VCD pada era 90 hingga 2000-an, Bioskop Djanoko mulai “oleng”, para pecinta film yang awalnya memenuhi gedung, pindah ke rumah. Menikmati tayangan film pada cakram penyimpan video. Bioskop Djanoko beralih fungsi menjadi penyewaan playstation–mesin gim yang lagi ramai saat itu.

“Aku ora terlalu ngerti kenengapa gedunge mari muteri filem. Sengertine aku gedung kie mulai bangkrut tahun 99-2000-an lah. Ndean Wong-wong wis pada pindah maring VCD.” (saya kurang begitu tahu kenapa gedung ini bisa berhenti beroperasi.Setahu saya gedung ini mulai mengalami masa bangkrutnya di tahun 99-2000-an lah, mungkin pada saat itu orang-orang pada pindah ke VCD). Ungkap Abdul, penjual makanan yang mangkal di depan gedung Bioskop Djanoko dengan sedikit mengenang masa lalu, mengutip tulisan mejagongnews.

Abdul melanjutkan, saat mulai mengalami kebangkrutan, pemilik bioskop memfungsikannya untuk penyewaan gim playstation. “Wong pas kae gedung kie ruangane dienggo rentalan PS.” (Pada saat itu Gedung tersebut sudah muti fungsi, salah satu ruangannya ada yang digunakan untuk membuka rentalan Playstation-PS)”. Tuturnya.

Gedung Bioskop Djanoko menjadi salah satu “Theater” tua yang masih kokoh berdiri. Romantisme generasi “masa lalu” akan bisa dibangkitkan lagi, jika ada investor yang bersedia mengelola kembali. Alih fungsi menjadi kafe, dengan menjual kenangan saat itu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda saat ini. Pertanyaannya, adakah invistor yang tertarik dan bersedia menjaga utuh “warisan budaya” tersebut? (Buono)

Terkait
Pantai Depok, Nasibmu Kini

Meski sudah ada pemecah ombak, abrasi terus menggerus Pantai Depok Pekalongan (12/10)

Rusak, warga rehab Mushola “Pasar Kebo”

Warga sekitar Mushola Pasar Kebo - Kajen merehab Mushola, Jum'at (14/10). Foto : Eva Abdullah/wartadesa Kajen, Read more

[Video] Pantai Siwalan Nasibmu Kini

https://youtu.be/-ifv0wgTxAM Pesisir pantai siwalan hingga wonokerto Kab. Pekalongan terus terkikis, Pemukiman warga terus terancam hilang. Sebagian rumah warga  sudah tidak Read more

Meneruskan estafet kepemimpinan rating IPPNU Pecakaran

Pelantikan Pimpinan Ranting IPNU IPPNU Pecakaran, Wonokerto - Pekalongan berlangsung khidmad. (14/10) Foto : Wahidatul Maghfiroh/wartadesa. Read more

Tags : bangunan tuaBioskop Djanokopemalangrandudongkal