Pekalongan, Wartadesa. – Rencana Kementrian Perdagangan yang memastikan bahwa tahun ini akan mengimpor gula lebih dari satu juta ton untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dinilai merugikan petani tebu, khususnya petani di Kabupaten Pekalongan.
Seperti diketahui, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, kebutuhan konsumsi gula di Indonesia tahun ini mencapai 3,5 juta ton. Sementara kapasitas produksi gula dalam negeri diperkirakan hanya 2,2 juta ton.
“Faktanya adalah jumlah produksi kita tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi, makanya kita akan impor gula sebanyak 1 juta ton lebih,” jelas Enggartiasto, dikutip dari kompas, saat berkunjung di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (16/3/2017).
Jika kebijakan pemerintah untuk mengimpor gula dilakukan, hal tersebut akan akan menambah bebah bagi petani tebu yang sedang terpuruk.
Saat ini di Kabupaten Pekalongan, biaya produksi gula dinilai sangat tinggi, sementara, harga gula dinilai terlalu rendah. Akibatnya, saat panen petani tebu justru mengalami kerugian. Ujar Anas Asrori, petani tebu asal Desa Ketandan, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, beberapa waktu lalu.
Anas mengungkapkan bahwa saat ini petani tebu rugi. Untuk biaya sewa lahan perhektar Rp 15 juta, biaya pupuk dan garap lahan sekitar Rp 9 juta perhektar. Total produksi mencapai Rp 24 juta perhektar.
Padahal, jika kondisi tanaman tebu bagus, perhektarnya mampu menghasilkan 900 kwintal tebu. Asumsinya, tebu ini dibeli tengkulak seharga Rp 24 ribu perkwintal. Dari segi biaya produksi yang kita keluarkan saja tidak nutup, bahkan minus, lanjut Anas.
Masih lanjut Anas, di pabrik gula, gula dari petani ditaksir harga 9.600 perKg. Menurutnya, petani mendapatkan bagi hasil 64 persen, dan 36 persen untuk pabrik. Dengan tingkat kadar gula atau rendemen sekitar 6 persen, maka petani pun mengalami kerugian.
“Bisa dihitung sendiri. Jika kadar gula saat ini 6 persen, petani tetap rugi. Rendemen di Pekalongan di bulan Agustus atau musim kering semestinya tujuh koma, bisa 7,1 atau 7,2 seharusnya,” kata Anas.
Kerugian petani tebu diperparah oleh rusaknya mesin Pabrik Gula (PG) Sragi, Kabupaten Pekalongan. Akibat rusaknya mesin pabrik gula Sragi, seharusnya awal Agustus tebu sudah ditebang. Namun, akibat persoalan teknis tersebut hingga saat ini tebu di Kecamatan Wiradesa dan sekitarnya belum ditebang. Sehingga, tanaman tebu sangat kering. Hal ini akan mengurangi tingkat rendemen yang ada.
“Ketika mau dijual ke pabrik lain, misalnya di Sumber, Pangkah, Brebes, petani harus menambah ongkos sendiri. Hal tersebut tentu menambah biaya bagi petani, sehingga petani tidak berani menjual ke pabrik lain.” Pungkas Anas. (WD)