Kedungwuni, Wartadesa. – Kasus perpanjangan sewa tanah bengkok Desa Ambokembang, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan yang dilakukan oleh kades setempat, Adi Atma tanpa sepengetahuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berbuntut panjang. Ratusan warga mendatangi balaidesa untuk menuntut sang kades mengundurkan diri.
Tuntutan warga agar Adi Atma mundur dari jabatannya karena diduga telah melakukan korupsi dana aset desa berupa sewa lahan bengkok desa senilai Rp 70 juta.
Ketua BPD, Aulia Hakim mengunkapkan bahwa sebelumnya ia pernah menanyakan kepada kades terkait laporan aset desa yang disewakan pihak ketiga, warga Rowokembu, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan. Namun, menurut Aulia Hakim, dana sewa tidak dimasukkan ke APBDes, justru dipakai sang kepala desa.
“Seharusnya dalam pembahasan APBDes semua PAD Desa, dimasukan dalam APBDes , namun kami tidak pernah diberi tahu laporannya, dimana saja asset desa berapa jumlah pendapatannya, kami kecewa dengan sikap Kades,” ujar Hakim, Jum’at (10/07).
Sayang, dalam demo tersebut, Kepala Desa Ambokembang tidak berada di balaidesa. Hingga warga hanya berorasi dengan pengamanan pihak keamanan.
Informasi dihimpun, Adi Atma menyewakan lahan bengkok desa kepada penyewa sebelumnya, yakni seorang pengusaha batik asal Desa Rowokembu Kecamatan Wonopringgo. Saat hendak memperpanjang sewa tanah, pengusaha bernama Dimyati meminta agar dalam perjanjian sewa melalui kesepakatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) serta Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) setempat.
“Yang bersangkutan (Adi Atma_red) bersama Sekdes (Eko Hindiyanto) datang ke rumah untuk menyewakan lahan bengkok seluas 5 hektar. Semula saya enggan mengiyakan, lantaran menyalahi prosedur namun dia, Kades Adi Atma, bersikeras akhirnya saya bayar satu tahun dulu dari dua tahun yang diminta dengan harapan syarat yang saya ajukan yakni ada persetujuan dari BPD dan LPMD dipenuhi,” ungkap Haji Dimyati, Sabtu (4/7/2020), dikutip dari Sorot.
Tanah sawah yang disewakan terletak Dukuh Seputut Desa Rowokembu kec Wonopringgo.
Dimyati, menjelaskan, Kades Ambokembang, Adiatma tiga kali datang ke rumah, yang pertama awal Januari 2020 dengan tujuan mengenalkan diri sekaligus menawarkan sewa tanah bengkok desa dan yang kedua 22 Januari 2020 dengan maksud sama namun sambil menyodorkan surat perjanjian sewa serta memberikan pernyataan bahwa urusan sewa lahan bengkok sesuai aturan baru yang berlaku ada di tangan kades. Sedangkan kedatangan yang ketiga meminta penambahan sewa.
“Yang pertama saya tolak karena tidak sesuai dengan perjanjian sewa dari Kades terdahulu yang mendapat persetujuan dari BPD maupun LMD. Karena yang bersangkutan bersikeras akhirnya di kedatangan yang kedua saya bayar sewa untuk satu tahun dulu sebesar Rp 35 juta, dengan harapan masih ada kesempatan untuk bermusyawarah dengan warga maupun lembaga desa. Kemudian satu bulan kemudian yang bersangkutan datang lagi untuk meminta tambahan sewa. Karena tidak ada protes dari warga maupun lembaga desa akhirnya saya bayar lagi Rp 35 juta sehingga totalnya Rp 70 juta,” beber Dimyati, sambil memperlihatkan kwitansi dan surat perjanjian sewa yang ditandangani Kades dan Sekdes sebagai saksi.
Sementara itu, Sekdes Ambokembang, Eko Hindiyanto, membenarkan, kalau aset desa berupa tanah bengkok seluas 5 hektar telah disewakan sebesar Rp 70 juta selama dua tahun. Sebagai Sekdes, Ia mengaku hanya bertugas mengantarkan Kades melakukan perjanjian sewa lahan bengkok.
“Semua uang sewa yang diterima ada di Kades, saya hanya diminta mengantarkan saja,” ucap Eko Hindiyanto.
Sedang Adi Atma yang dihubungi lewat tetepon mengatakan bahwa bahwa lahan aset desa telah disewakan, “Bengkok desa sudah saya sewakan kepada pengelola lama, kalau mau tahu soal asset desa, tanyakan ke Sekdes jangan ke saya, peraturanya kan pengelolaan asset desa oleh Sekdes,” ujarnya. (Eva Abdullah dengan tambahan informasi dari Sorot News}