Wonopringgo, Wartadesa. – Minimnya kesadaran pengusaha di Kota Santri akan pentingnya Instalasi Pengolahhan Air Limbah (IPAL) membuat warga di sekitar industri batik, tekstil dan pencucian jins menjadi korban limbah. Aksi demo yang dilakukan oleh warga Pegaden Tengah, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, Kamis (19/09) merupakan akumulasi dari penderitaan warga setempat yang sungainya tercemar limbah pencucian jins.
Seperti diberitakan dalam video warga yang ditayangkan di laman media sosial Warta Desa kemarin, ratusan warga Desa Pegaden Tengah melakukan aksi demo menolak pembuangan limbah pencucian jins ke sungai. Warga menuntut agar limbah tidak dibuang kesungai dengan membentangkan ketas karton bertuliskan penolakan pembungan limbah ke sungai desa setempat.
Kepala Desa Pegaden Tengah, Khaeriyah mengungkapkan bahwa aksi warga merupakan kesepakatan bersama untuk menolak pembuangan limbah pencucian jins ke sungai. Ia menambahkan bahwa pengusaha selama ini tidak mempunyai IPAL, hanya bak penampungan saja.
Padahal dalam Perda Kabupaten Pekalongan Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Air Limbah, jelas mengatur bahwa setiap pelaku usaha dan atau kegiatan industri yang menghasilkan limbah dan membuang ari limbah, industri/usaha tersebut wajib memiliki IPAL guna mengolah air agar sesuai dengan baku mutu.
Menurut Khaeriyah, sebelum aksi demo, telah ada pertemuan antara warga dengan pengusaha untuk tidak membuang limbah ke sungai. Hingga akhirnya warga mengajak Dinas Lingkungan Hidup untuk melakukan pengecekan pada usaha pencucian jins di desa tersebut. “Dari hasil tinjauan kemarin, semuanya tidak mempunyai IPAL, hanya bak tampung saja,” tuturnya.
Khaeriyah juga menuturkan bahwa industri jeans wash di Pegaden Tengah ini sudah berjalan puluhan tahun, dan pengusaha selalu membuat limbahnya ke sungai. Pengusaha seperti abai dengan keresahan warga dan terus menjalankan usahanya tanpa memikirkan sekitar terkait pembuangan limbah.
Menurut Khaeriyah, ada enam pengusaha pencucian jins yang beroperasi di Desa Pegaden Tengah yang kesemuanya belum berijin. “Sebelumnya kita sudah beri teguran agar pengusaha mengumpulkan KTP dan surat ijin usaha dan lingkungan, akan tetapi sampai saat ini pengusaha seperti menyepelekan, makanya warga sepakat untuk menutup saluran air limbah ke sungai,” jelasnya.
Kabid Pedal Dinas Perkim dan LH Kabupaten Pekalongan Pratomo menyarankan agar pengusaha mengolah limbah sebelum dibuang kesungai dengan membuat IPAl yang benar. “Dinas Perkim LH juga punya penyedotan air limbah yang bisa digunakan sementara bagi pengusaha yang belum punya IPAL,” ujarnya.
Sementara itu, Endah Kusumaningtias (27), salah seorang pengusaha pencucian jins mengakui bahwa usahanya yang menghasilkan limbah memang dibuang ke sungai. Endang mengaku belum meiliki IPAL, “Kita nanti akan ngurus surat ijinnya, sementara akan minta bantuan truk dam milik Dinas Perkim LH untuk membuang limbah ke IPAL milik pemkab,” ujarnya.
Pada Maret 2018 sebelumnya, Dinas Perkim Lingkungan Hidup Kabupaten Pekalongan membenarkan bahwa masih banyak perusahaan cucian jins maupun batik di Kota Santri yang belum memiliki IPAL. Apabila dibiarkan, tentu akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Hal itu diungkapkan Kabid Pencegahan dan Pengawasan Lingkungan Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan, Yarochim.
Bila IPAL yang merupakan syarat wajib sebuah industri atau usaha yang menghasilkan limbah berdiri tidak menjadi acuan penerbitan ijin usaha industri, maka wargalah yang dirugikan. (Eva Abdullah)